Makalah Tentang Persepsi dan Pengambilan Keputusan dalam Organisasi



PERSEPSI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI

Hasil gambar untuk institut stiami

MATA KULIAH : PENGEMBANGAN PERILAKU ORGANISASI

DISUSUN OLEH:
ARISTA PUTRI SUNDARI                 CA116111270
CUT LEAN SUSANTI PHOENNA      CA116111269
SUCI DWI LARASATI                                    CA116111357
VIJAY EKA PERSETIAWAN             CA116111271






KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahNya-lah kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Persepsi dan Pengambilan Keputusan dalam sebuah mata kuliah perkembangan perilaku organisasi.Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, dosen, dan teman-teman sekalian. Oleh karena itu , kami selaku penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, jika terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini ataupun kata – kata yang kurang berkenan, kami mohon maaf. Untuk perbaikan dan peningkatan tulisan ini, kami sangat mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Selanjutnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan khususnya pembaca.






Tangerang Selatan, 20 Maret 2017


Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Banyak cara atau gaya dalam pengambilan keputusan. Ada orang yang cenderung menghindari masalah, ada juga yang berusaha memecahkan / menyelesaikan masalah, bahkan ada yang mencari-cari masalah. Pada prinsipnya, cara pengambilan keputusan mengacu pada bagaimana seseorang mengolah informasi, apakah lebih dominan menggunakan pikirannya, ataukah dengan perasaannya. Setelah semua informasi diperoleh melalui fungsi persepsi, maka seseorang harus melakukan sesuatu dengan informasi tersebut. Informasi tersebut harus diolah untuk memperoleh suatu kesimpulan guna mengambil suatu keputusan ataupun membentuk suatu opini. Ada gambaran preferensi mengenai dua cara yang berbeda tentang bagaimana seseorang mengambil keputusan ataupun memberikan penilaian, yaitu dengan berfikir menggunakan akal pikiran dan menggunakan perasaan atau dengan persepsi.
Salah satu cara untuk mengambil keputusan adalah dengan mempergunakan perasaan dan persepsi. Perasaan disini bukan berarti emosi, melainkan dengan mempertimbangkan dampak dari suatu putusan terhadap diri sendiri dan/atau orang lain. Apakah manfaatnya bagi diri sendiri dan/atau orang lain (tanpa mempersyaratkan terlebih dahulu bahwa hal tersebut haruslah logis). Pengambilan keputusan atas dasar perasaan ini berlandaskan pada nilai-nilai pribadi atau norma-norma, dan bukan mengacu pada tindakan yang dapat disebut emosionil. Apabila kita mengambil keputusan berdasarkan perasaan, kita akan mempertanyakan seberapa jauh kita pribadi akan melibatkan diri secara langsung, seberapa jauh kita merasa turut bertanggung jawab terhadap dampak atas keputusan yang diambil, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Mereka yang mempunyai preferensi menggunakan perasaan dalam mengambil keputusan, cenderung bersikap simpatik, bijaksana dan sangat menghargai sesama. Banyak cara atau gaya dalam pengambilan keputusan.



1.2  PERUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian persepsi?
2. Beberapa isu mengenai persepsi orang?
3. Bagaimana Hubungan antara persepsi dan pengambilan keputusan individual?
4. Bagaimana proses pengambilan keputusan rasional?
5. Bagaimana meningkatkan kreativitas dalam pengambilan keputusan?

1.3  TUJUAN
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan persepi.
2. Mengetahui isu mengenai persepsi orang.
3. Mengetahui hubungan antara persepsi dan pengambilan keputusan.
4. Mengetahui proses pngambilan keputusan rasional.
5. Mengetahui bagaimana meningkatkan kreativitas dalam pengambilan keputusan.












BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN PERSEPSI
Secara etimologi persepsi berasal dari bahasa latin perceptioyang berarti menerima atau mengambil. Persepsi adalah suatu proses dengan mana berbagai stimuli dipilih, diorganisir, dan diinterpretasi menjadi informasi yang bermakna.
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi.
2.2 PENGERTIAN PERSEPSI MENURUT PARA AHLI :
Rakhmat Jalaludin (1998: 51) berpendapat bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Ruch (1967: 300), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.
Menurut  Asrori (2009:214) pengertian persepsi adalah “proses individu dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan dan memberi makna terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu itu berada yang merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman.” Dalam pengertian persepsi tersebut terdapat dua unsur penting yakni interprestasi dan pengorganisasian. Interprestasi merupakan upaya pemahaman dari individu terhadap informasi yang diperolehnya. Sedangkan perorganisasian adalah proses mengelola informasi tertentu agar memiliki makna.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud persepsi adalah proses menerima, membedakan, dan memberi arti terhadap stimulus yang diterima alat indra, sehingga dapat memberi kesimpulan dan menafsirkan terhadap objek tertentu yang diamatinya.

2.3 JENIS – JENIS PERSEPSI
a. Persepsi visual
Persepsi visual dari indera penglihatan yaitu mata. Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi dan memengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual adalah hasil dari apa yang kita lihat, baik sebelum kita melihat atau masih membayangkan serta sesudah melakukan pada objek yang dituju.
b. Persepsi auditoria atau pendengaran
Persepsi auditori merupakan persepsi yang didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga. Seseorang dapat mempersepsikan sesuatu dari apa yang didengarnya.
c. Persepsi perabaan
Persepsi perabaan merupakan persepsi yang didapatkan dari indera perabaan yaitu kulit. Seseorang dapat mempersepsikan sesuatu dari apa yang disentuhnya atau akibat persentuhan sesuatu dengan kulitnya.
d. Persepsi penciuman
Persepsi penciuman merupakan persepsi yang  didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung. Seseorang dapat mempersepsikan sesuatu dari apa yang cium.
e. Persepsi pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa merupakan jenis persepsi yang  didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah. Seseorang dapat mempersepsikan sesuatu dari apa yang mereka ecap atau rasakan.

2.3 PENGERTIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan atau tindakan
2.4 PENGERTIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENURUT PARA AHLI
Dee Ann Gullies (1996) menjelaskan definisi pengambilan keputusan sebagai suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian tahapan yang dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar dalam menyelesaikan masalah dan memulai tindakan.
 Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh Hani Handoko (1997), pembuatan keputusan adalah kegiatan yang menggambarkan proses melalui mana serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu.











BAB III
PEMBAHASAN
3.1 BEBERAPA ISU MENGENAI PERSEPSI ORANG
Teori Atribusi pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal atau eksternal. Misalnya saja persepsi kita terhadap orang akan dipengaruhi oleh penyebab-penyebab internal karena sebagai manusia mereka mempunyai keyakinan, maksud, dan motof-motif didalam dirinya. Namun persepsi kita terhadap benda mati seperti gedung, api, air, dll, akan berbeda karena mereka adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
1.        Pelaku persepsi : penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka.
2.         Target : Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama pula.
3.        Situasi : Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya.

Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal bergantung pada tiga faktor :
a)      Kekhususan : apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
b)      Konsensus : yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan cara yang sama.
c)      Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi. Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada akibat kalah saing dari produk pesaing.
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitan karena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
d)     Persepsi selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita. Misalnya saja, seperti diatas tadi, orang yang menyenangi hasil seni akan cenderung memperhatikan lukisan daripada orang yang menyenangi teknologi.
e)      Efek halo : yaitu menarik kesan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat bersemangat, pintar, dls. Orang yang menilai dapat mengisolasi hanya karakteristik tunggal. Suau ciri tunggal dapat mempengaruhi seluruh kesan oarng dari individu yang sedang dinilai.
f)       Efek kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama. Contohnya adalah orang yang diwawancara dapat memperoleh evaluasi yang lebih menguntungkan jika sebelumnya ia telah didahului oleh banyak pelamar yang kurang bermutu.
g)      Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama dengannya.
h)      Berstereotipe : yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak relevan.
3.2 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN PENGAMBILAN
Pengambilan kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi mereka. Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang manager suatu divisi menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat tidak memuaskan, namun didivisi lain penurunan sebesar itu dianggap memuaskan oleh managernya.
Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.

3.3 PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN RASIONAL
Pengambil keputusan harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang rasional, yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
1. Kejelasan masalah : pengambil keputusan memiliki informasi lengkap sehubungan dengan situasi keputusan.
2. Pilihan-pilihan diketahui : pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang dilihat.
3. Pilihan yang jelas : kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan sesuai pentingnya.
4. Pilihan yang konstan : kriteria keputusan konstan dan beban yang ditugaskan pada mereka stabil sepanjang waktu.
5. Tidak ada batasan waktu dan biaya : sehingga informasi lengkap dapat diperoleh tentang kriteria dan alternatif.
6. Pelunasan maksimum : alternatif yang dirasakan paling tinggi akan dipilih.

3.4 MENINGKATKAN KREATIVITAS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Dengan adanya kreativitas pengambil keputusan dapat memproduksi gagasan-gagasan baru yang bermanfaat. Selain itu, juga memungkinkan untuk lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk masalah yang tidak dapat dilihat orang lain.
1. Potensial kreatif : yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang, namun untuk mengeluarkannya orang harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan dari kita terlibat didalamnya dan belajar bagaimana berpikir tentang satu masalah dengan cara yang berlainan.
2. Model kreativitas tiga komponen : suatu badan riset menunjukkan bahwa kreativitas individual pada hakikatnya menuntut keahlian, ketrampilan berpikir kreatif, dan motivasi tugas intrinsik. Semakin tinggi tingkat dari masing-masing komponen ini, maka semakin tinggi pula kreativitas seseorang.
Kebanyakan keputusan dalam organisasi biasanya diambil seperti dibawah ini:
a)      Rasionalitas terbatas : para individu mengambil keputusan dengan merancang bangun model-model yang disederhanakan yang menyuling ciri-ciri hakiki dari masalah tanpa menangkap semua kerumitannya. Bila berhadapan pada masalah yang kompleks, kebanyakan orang menanggapi dengan mengurangi masalah pada level amna masalah itu dapat dipahami. Ini disebabkan karena kemampuan manusia mengolah informasi terbatas, membuatnya tidak mungkin mengasimilasi dan memahami semua informasi yang perlu untuk optimisasi.
b)       Intuisi : penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak lagi diangap tak rasional atau tak efektif. Ada pengakuan yang makin berkembang bahwa analisis rasional terlalu ditekankan dan bahwa dalam kasus-kasus tertentu mengandalkan pada intuisi dapat memperbaiki pengambilan keputusan. Namun perlu dilihat bahwa definisi intuitif dari para ahli adalah suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring. Intuisi ini juga saling melengkapi dengan analisi rasional. 
c)      Identifikasi masalah : masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih lebih tinggi dibanding masalah-masalah yang penting. Ada dua alasan atas hal tersebut : mudah untuk mengenal masalah-masalah yang tampak, dan karena kita prihatin dengan pengambilan keputusan dalam organisasi sehingga para pengambil keputusan ingin tampil kompeten dan ‘berada pada puncak masalah’.
d)     Pengembangan alternatif : bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan adalah inkremental, bukan komprehensif. Artinya pengambil keputusan mengindari tugas-tugas sulit yang mempertimbangkan semua faktor penting, menimbang relatif untung dan ruginya, serta mengkalkulasi nilai untuk masing-masing alternatif. Sebagai gantinya, mereka membuat suatu perbandingan terbatas yang bersifat suksesif. Akibatnya pilihan keputusanpun disederhanakan dengan hanya membandingkan alternatif-alternatif yang berbeda dalam tingkat yang relatif kecil dari pilihan terbaru.
e)      Membuat pilihan : untuk menghindari keputusan yang terlalu sarat, para pengambil keputusan mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Ada dua kategori umum heuristik dan satu bias lainnya, yaitu :
1. Heuristik ketersediaan : kecenderungan pada orang untuk mendasarkan penilaian pada informasi yang sudah ada ditangan mereka. Ini menjelaskan mengapa para manager lebih mempertimbangkan kinerja terakhir karyawan daripada kinerjanya setengah tahun yang lalu. Sama halnya dengan pikiran orang bahwa naik pesawat lebih berbahaya daripada mobil.
2. Heuristik representatif : menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan menarik analogi dan melihat situasi identik dimana sebenarnya tidak identik. Contohnya adalah manager yang sering menghubungkan keberhasilan suatu produk baru dengan keberhasilan produk sebelumnya, anak-anak yang menonton film Superman dan merasa dirinya seperti Superman, dls.
3. Peningkatan komitmen : suatu peningkatan komitmen pada keputusan sebelumnya meskipun ada informasi negatif. Individu meningkatkan komitmen terhadap suatu arah tindakan yang gagal ketika mereka memandang diri mereka sebagai orang yang bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, dengan tujuan untuk memperlihatkan bahwa keputusan awal mereka tidak keliru dan menghindari keharusan untuk mengakui kekeliruan itu. Banyak organisasi menderita kerugian karena seorang manager bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar dengan terus mengorbankan sumber daya kepada apa yang merupakan kerugian sejak awal.
4. Perbedaan individual-gaya pengambilan keputusan : riset mengidentikasikan empat pendekatan individual yang berbeda dalam pengambilan keputusan, yaitu :
Analitis : memiliki toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu menyesuaikan diri dengan situasi baru.
b. Direktif : memiliki toleransi rendah atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien, logis, mengambil keputusan cepat, dan berorientasi jangka pendek.
d. Konseptual : berpandangan sangat luas, mempertimbangkan banyak alternatif, orientasi jangka panjang, dan anagt baik untuk menemukan solusi yang kreatif.
e. Perilaku : bisa bekerja baik dengan yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan usulan-usulan mereka, mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi, mencoba menghindari konflik, dan mengupayakan penerimaan.
Kebanyakan dari manager memiliki karakteristik diatas lebih dari satu.

f) Hambatan dari organisasi : para manager akan membentuk keputusan sesuai dibawah ini :
1. Evaluasi kinerja : manager dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk mengevaluasi. Mereka akan bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
2. Sistem imbalan : yaitu dengan mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih disukai terhadap upah. Umumnya organisasi membuat peraturan formal untuk membakukan perilaku anggotanya.
3. Pembatasan waktu yang menentukan sistem : batas waktu yang eksplisit dalam pengambilan keputusan menciptakan tekanan waktu pada pengambil keputusan dan sering mempersulit untuk mengumpulkan semua informasi yang ingin merka dapatkan.
4. Reseden historis : keputusan yang diambil dimasa lalu akan terus membayangi keputusan saat ini.
g) Perbedaan budaya : latar belakang budaya dari pengambil keputusan dapat mempengaruhi seleksi masalah, kedalaman analisis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas, atau apakah keputusan organisasional hendaknya diambil secara otokratis atau secara kolektif.

Bagian terakhir adalah mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan. Ada tiga kriteria keputusan yang etis, yaitu :
1.      Kriteria utilitarian (dimana keputusan diambil semata-mata atas dasar hasil/konsekuensi mereka).
2.      Menekankan pada hak dasar individu sesuai dengan Piagam Hak Asasi.
3.      Menekankan pada keadilan.





BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
            Dari ulasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diinderakan.
Pengambilan keputusan adalah sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan atau tindakan.  Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah.
Hubungan keduanya adalah dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu dengan menegaskan persepsi yang timbul dari dalam diri dan mengimplementasikannya untuk mengambil keputusan yang menjadi alternatif pada sebuah permasalahan yang terjadi.









DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU
P. Robbins, Stephen, “Perilaku Organisasi”, Prentice Hall, 2001, Jilid 1 Bab 5
Tunggal, Amin Widjaja. Kamus Manajemen SDM dan Perilaku Organisasi. 1997. Jakarta: Rineka Cipta

SUMBER INTERNET

Luthans,Fred. Perilaku Organisasi. 2006. Jakarta: Penerbit Andi

http://astaqauliyah.com/2005/04/20/teori-teori-pengambilan-keputusan/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kognisi

http://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/02/09/pengambilan-keputusan/

http://yasinta.wordpress.com/2008/09/04/persepsi-dan-pengambilan-keputusan-individual/.

http://www.scribd.com/doc/8497145/14Proses-Pengambilan-Keputusan-Dan-Karir

Komentar

  1. terimakasih kak, saya izin mengambil bahan untuk makalah tugas saya ya, saya sertakan jg sumber dan link nya^^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH LAPORAN KUNJUNGAN KE PABRIK TAHU

Makalah Pancasila Sila "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia "