Manajemen Publik_Pelayanan Yang Buruk Di Daerah Bekasi
PELAYANAN PENDIDIKAN YANG BURUK DI DAERAH BEKASI
Tujuan
laporan ini di susun adalah untuk
memenuhi tugas Manajemen Publik yang di
ampu oleh
Dosen:
Maya Puspita Dewi, S.Sos, M.Si
Di
susun oleh:
-
Jihan Navela CA116111265
-
Luviyanti CA116111268
-
Arista Putri S CA116111270
-
Debby Okta M CA116111272
-
Lidya Tri P CA116111267
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem pendidikan di Indonesia
sangat lemah dalam proses belajar mengajar, ini bisa dilihat adanya pergantian
mentri maka berganti pula sistem pendidikan yang diterapakan. Tidak bakunya
standar pendidikan kita juga menyebabkan ketidapastian dalam usaha peningkatan
kualitas pendidikan. Bahkan untuk menetapkan standar kelulusan pun Indonesia
masih sering kebingungan. Tidak hanya sekedar masalah kurikulum, kualitas
pengajar pun bisa dibilang tidak sesuai dengan standar yang seharusnya.
Kebanyakan para guru yang ditugaskan oleh tiap sekolah untuk memberikan
transfer ilmu seperti kebingungan dalam mengajar. Entah karena bingung dengan
standar pendidikan yang selalu berubah atau karena memang tidak ahli dalam
bidang yang diajarkan.
Berbeda dengan kebanyakan negara,
Indonesia memperbolehkan semua lulusan institusi pendidikan keguruan menjadi
tenaga pengajar, tanpa perlu melewati ujian dalam hal kesiapan untuk memberikan
ilmu pengetahuan dan keahlian mereka pada kondisi sekolah yang beragam. Pada
waktu yang sama terdapat kesulitan untuk memberhentikan tenaga pengajar yang
tidak mampu mengajar. Saat ini, dari sekitar 2,7 juta guru ada 1,7 yang belum
terkualifikasi sarjana atau diploma 4. Dari jumlah itu, 1 juta guru mengajar di
Sekolah Dasar dan 173 ribu mengajar di Madrasah Ibtidaiyah. Sebanyak 723 ribu
guru yang belum terkualifikasi berstatus guru swasta. Ini yang membuat kualitas
pendidikan menjadi rendah.
Masih banyaknya bangunan sekolah
yang sangat buruk kondisinya. Sekolah- sekolah yang beratapkan langit pun sering
kita temui. Lantainya pun terbuat langsung dari tanah, serta tidak cukupnya
buku-buku yang seharusnya didapatkan oleh setiap siswa. Belum lagi mahalnya
biaya sekolah dan kuliah yang menyebabkan banyak orangtua yang enggan untuk
menyekolahkan anak-anak mereka. Padahal kita semua tahu bahwa pendidikan
merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia. Inilah realita yang dialami
dunia pendidikan di Indonesia. (http://www.scribd.com/doc/28483680/Kualitas-Pendidikan-Di-Indonesia)
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, rumusan
masalah yang dapat disimpulkan yaitu pelayanan pendidikan apa sih yang kurang
baik di Indonesia terutama daerah Bekasi.
1.3 Tujuan Penelitian
Dari penelitian ini, pembaca akan
mengetahui pelayanan pendidikan yang kurang baik di Indoneia terutama daerah
Bekasi.
1.4 Manfaat Dilakukan Penelitian
Untuk bahan masukan, meningkatkan mutu, proses
serta hasil pembelajaran dan pendidikan serta pelayanan di sekolah. Untuk
membantu tenaga kependidikan seperti guru dan lainnya dalam mengatasi masalah
pendidikan dan pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas. Untuk
meningkatkan profesionalisme di dalam dunia pendidikan maupun tenaga
kependidikan. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya akademik dalam lingkungan
sekolah, sehingga bisa melakukan perbaikan mutu pembelajaran dan pendidikan
secara berkelanjutan.
1.5 Hipotesis
Sistem pendidikan di Indonesia
terutama di daerah Bekasi sangat lemah dalam proses belajar mengajar. Bahkan pelayanan
pendidikannya juga sangat kurang baik. Kualitas pengajar pun bisa di bilang
tidak sesuai dengan standar yang seharusnya. Entah karena bingung dengan
standar pendidikan yang selalu berubah atau karena memang tidak ahli dalam
bidang yang di jalankan.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1 Pendidikan
pengertian
pendidikan ( UU SISDIKNAS
No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata
pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran
‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.
Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak
Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian
pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.
2.2 Tenaga Pendidik
Tenaga
Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang Penyelenggaraan Pendidikan. Pendidik atau di Indonesia lebih
dikenal dengan pengajar, adalah tenaga kependidikan yang
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tugas khusus sebagai
profesi pendidik.
BAB III
METODOLGI PENELITIAN
3.1 Pemilihan Objek
Objek
dalam penelitian ini adalah pelayanan pendidikan di Indonesia khususnya daerah
Bekasi.
3.2 Teknik Pengumpulan
Data
Dalam penelitian ini
metode pengumpulan data yang kami pakai adalah metode deskriptif (penelitian
studi kasus).
BAB IV
PELAKSANAAN
PENELITIAN
4.1 Pelayanan Kinerja Tenaga
Kependidikan Belum Maksimal
Mayoritas sekolah di Indonesia dinilai
tidak layak untuk kegiatan belajar mengajar. Tak hanya itu, kualitas pendidik
dan tenaga didik di Indonesia juga masih memprihatinkan. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia
tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan. "Menilik hasil pemetaan kualitas pendidikan dari lembaga survei,
kita seperti tidak memiliki semangat berjuang (dalam pendidikan),"
kata Anies di hadapan Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia di Kemendikbud,
Jakarta, Senin (1/12). Anies mengatakan lembaga survei solusi pendidikan
internasional Pearson menempatkan Indonesia pada peringkat 40 dari 40 negara
dalam pemetaan kualitas pendidikan yang dilakukan lembaga tersebut. Tak hanya
itu, lembaga Pearson, kata Anies, juga menyebutkan kompetensi pendidik dan
peserta didik di Indonesia juga masih rendah. "Nilai rata-rata uji kompetensi guru hanya mendapat 44,5 dari
target 70," kata Anies.
Selain lembaga Pearson, kualitas
pendidikan di Indonesia yang buruk juga dipaparkan oleh lembaga survei PISA
atau organisasi pemetaan internasional.
Anies mengatakan PISA menempatkan Indonesia pada peringkat ke 64 dari 65 negara. Data PISA mengungkapkan kemampuan siswa Indonesia yang lemah dalam bidang Matematika, Ilmu Pengetahuan dan Bahasa Indonesia. "Tren kinerja Indonesia pada pemetaan PISA stagnan dalam satu dekade," kata Anies. Selain persoalan kemampuan pendidik dan tenaga didik, mantan Rektor Universitas Paramadina ini juga menyinggung tentang angka kekerasan di sekolah yang tinggi. Selama dua bulan terakhir, kata Anies, telah terjadi lebih dari 230 kekerasan yang dilakukan di luar ataupun dalam sekolah. "Sekolah di Indonesia masih jauh dari tempat yang aman dan damai," kata dia.
Anies mengatakan PISA menempatkan Indonesia pada peringkat ke 64 dari 65 negara. Data PISA mengungkapkan kemampuan siswa Indonesia yang lemah dalam bidang Matematika, Ilmu Pengetahuan dan Bahasa Indonesia. "Tren kinerja Indonesia pada pemetaan PISA stagnan dalam satu dekade," kata Anies. Selain persoalan kemampuan pendidik dan tenaga didik, mantan Rektor Universitas Paramadina ini juga menyinggung tentang angka kekerasan di sekolah yang tinggi. Selama dua bulan terakhir, kata Anies, telah terjadi lebih dari 230 kekerasan yang dilakukan di luar ataupun dalam sekolah. "Sekolah di Indonesia masih jauh dari tempat yang aman dan damai," kata dia.
Melihat kondisi tersebut, Anies kemudian
mengimbau kepada para Kepala Dinas Pendidikan yang hadir dalam acara tersebut
untuk melakukan perubahan. "Mari
kita melihat ini sebagai sesuatu yang mendesak. Fakta ini pahit tapi harus kita
ungkapkan. Kalau tidak kita buka, kita akan merasa nyaman terus tak pernah
berubah," ujar Anies. (utd). (Sebanyak 75
Persen Sekolah di Indonesia Tak Penuhi Standar Tri Wahyuni ,
CNN Indonesia | Senin, 01/12/2014 14:14 WIB )
Dilihat dari isu di atas, kurangnya
pelayanan pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan, masih banyak yang
harus di perbaiki oleh Indonesia. Mari kita lihat berita lainnya. Berikut kami
akan bahas pelayanan pendidikan di daerah Bekasi.
Bakal calon Walikota Bekasi Anggawira, menemui pimpinan Universitas Islam
As-Syafi’iyah (UIA) guna meminta masukan terkait program pendidikan dan ekonomi
di Bekasi. Pasalnya Anggawira menilai sistem pendidikan di sekolah dan universitas di
Bekasi masih banyak terdapat kelemahan mulai dari sarana dan prasarana
pendidikan yang kurang memadai, hingga masalah biaya pendidikan yang tidak
terjangkau bagi masyarakat menengah kebawah.
“Kami
melakukan diskusi panjang mengenai sistem pendidikan dan ekonomi di Bekasi. Terus terang saya merasa prihatin
dengan sistem pendidikan yang complicated di sekolah dan universitas di Bekasi.
Selain itu, fasilitas penunjang kegiatan belajar- mengajar juga masih
terbatas,”
ujar Anggawira ketika ditemui di UIA, Jatiwaringin
Kota Bekasi (13/7/2017).
Bekerjasama dengan UIA, Anggawira menyatakan ingin mengubah wajah
dunia pendidikan di Bekasi menjadi lebih baik. Menurutnya, pendidikan dengan
pertumbuhan ekonomi seperti dua mata rantai yang tak terpisahkan. Jika tidak
ada konsep yang jelas mengenai peningkatan mutu pendidikan, maka pertumbuhan
ekonomi di Bekasi seterusnya akan seperti “jalan di tempat.” “Jadi, harus ada program yang jelas mengenai
peningkatan mutu pendidikan di Bekasi. Selain itu kita juga akan fokus kepada
program beasiswa bagi anak- anak dan generasi muda kurang mampu supaya mereka
bisa mendapatkan pendidikan yang layak sekaligus mengasah ketrampilan atau
keahlian kerja,” jelas fungsionaris partai Gerindra tersebut.
Lebih
lanjut Anggawira mengatakan gagasannya sejalan pula
dengan visi sang pendiri UIA, KH. Abdullah Syafi’ie dan dilanjutkan Prof Tuti
Alawiyah, yang ingin memajukan pendidikan dan pengembangan kualitas ummat.
Sejak berdiri pada 14 November 1965, Perguruan As-Syafi’iyah berhasil memadukan
antara tradisi kependidikan Islam konvensional dan pendidikan formal sesuai
kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Hal ini membuat UIA mudah diterima dan
diminati masyarakat.“Semangat beliau
untuk menghadirkan pendidikan berkualitas dan menanamkan nilai- nilai Islami
akan kita teruskan dan lanjutkan dalam perjuangan ini. Seperti yang dilakukan
oleh putri beliau almarhumah Tutty Alawiyah yang juga gigih mendidik generasi
muda sehingga tidak hanya memiliki kemampuan intelektual namun juga berakhlak
mulia,” imbuhnya. Ditemui dalam kesempatan yang sama, Dekan FE UIA,
Markidi, menyatakan dirinya menyambut baik sinergi dalam bidang pendidikan dan
ekonomi dengan Anggawira. Dirinya menilai saatnya Bekasi
memiliki pemimpin yang berani melakukan terobosan untuk memperbaiki sistem pendidikan di Kota yang dijuluki sebagai “Kota
Patriot” tersebut. (Bakal
Calon Walikota Bekasi Prihatin Dengan Sistem Pendidikan di Kota Bekasi Kamis,
13 Juli 2017 13:04 WIB TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA )
Bahkan bakal calon Walikota Bekasi
saja prihatin terhadap pendidikan di Bekasi. Apa sih sebenarnya yang membuat
pelayanan pendidikan di Bekasi memprihatinkan? Mari kita lihat berita
selanjutnya.
Ratusan guru SD Negeri di Kota
Bekasi diduga makan gaji buta, PNS yang rata-rata golongan IVA datang berbekal
absen tanpa menjalankan tugasnya selaku Pegawai Negeri Sipil sebagai seorang
guru.“Guru yang makan gaji buta itu
sebagian besar adalah mantan kepala sekolah, dan 70 persen tidak mengajar, ada
yang datang 3 bulan sekali selama satu tahun setengah, mereka datang hanya
untuk mengambil tunda doang,” kata Sumber kepada Beritaekspres.com, Senin
(8/8/2016). Seharusnya kata sumber yang namanya minta dirahasiakan menyebutkan,
beberapa contoh dapat ditemui disejumlah sekolah dasar ditiap SD Negeri di Kota
Bekasi, Yakni dengan mencari alat bukti bila guru tersebut tidak mengajar. “Bukti itu dapat dilihat mulai dari absen
siswa, daftar nilai siswa dan terakhir biasanya guru yang tidak mengajar tidak
mengisi raport, apalagi kenal siswanya,” bebernya.
Menurutnya data nilai dan absen
siswa dan raport itu tidak bisa dikelabui, karena semua harus diisi secara
langsung baik, raport ujian tengah semester (UTS). Apalagi guru tersebut guru
kelas, atau guru bidang studi. “Harus
punya dua bukti bahwa guru yang betul-betul mengajar, baik daftar nilai dan
absen. Sedangkan wali kelas harus punya tiga bukti yang menunjukan dia mengajar,”
tambahnya.
Menanggapi
kabar tersebut, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Alexander Zulkarnaen
menegaskan akan menindaklanjuti hal tersebut.“Waduh, tidak boleh itu, Guru gak ngajar ?, ya harus mengajar,
hari ini akan kita tindaklanjuti,” tegas Alex saat dihubungi
Beritaekspres.com, Senin (8/8). Untuk diketahui, gaji guru yang sudah Eselon IV
rata-rata bisa mencapai Rp10 juta/bulan. akan tetapi bila hak mereka diberikan
namun mereka tidak menjalani tugasnya selaku PNS, itu samadengan pemalsuan dan
masuk pada rana tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara dengan
menggunakan data fiktif. Untuk gaji serta sertifikasi guru, sudah masuk melalui
nomer rekening masing – masing guru. Tetapi untuk anggaran tunjangan daerah
(tunda) diberikan kepada guru melalui masing – masing kantor UPTD melalui
bendahara sekolah. (NDI). (Waduh..! Ratusan Guru PNS di Kota Bekasi Makan Gaji
Buta Posted on 6:22 pm, Agustus 8, 2016 by Redaksi)
Ternyata pelayanan pendidikan di
Bekasi kurang baik, karena dari tenaga pendidiknya saja sudah korupsi waktu,
tapi untuk membuktikannya mari kita lihat peraturan pemerintah terlebih dahulu.
Setelah sekian lama menunggu,
akhirnya pemerintah menerbitkan juga Peraturan
Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru yang ditandangani oleh
Presiden Republik Indonesia per tanggal 01 Desember 2008. Peraturan ini
diterbitkan sebagai amanat dan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen.
Kerangka dari Peraturan Pemerintah
ini terdiri 9 Bab 68 Pasal. Berikut ini disajikan beberapa hal-hal yang
dianggap penting tenatang isi peraturan ini.
Bab I Ketentuan Umum. Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Bab II Kompetensi dan Sertifikasi.Guru wajib memiliki Kualifikasi
Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi Guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi
Bab III Hak. Guru yang memenuhi persyaratan berhak mendapat satu
tunjangan profesi. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan
tetap diberi tunjangan profesi Guru apabila yang bersangkutan tetap
melaksanakan tugas sebagai pendidik
Bab IV Beban Kerja. Beban kerja Guru mencakup
kegiatan pokok: (a) merencanakan pembelajaran; (b) melaksanakan pembelajaran;
(c) menilai hasil pembelajaran; (d) membimbing dan melatih peserta didik; dan
(e) melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok
sesuai dengan beban kerja Guru.
Bab V Wajib Kerja dan Pola Ikatan Dinas. Dalam keadaan darurat,
Pemerintah dapatmemberlakukan ketentuan wajib kerja kepada Guru dan/atau warga
negara Indonesia lainnya yangmemenuhi Kualifikasi Akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai Guru di Daerah Khusus di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menetapkan
pola ikatan dinas bagi calon Guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan
pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
Bab VI Pengangkatan, Penempatan, dan Pemindahan.Pengangkatan dan penempatan Guru
yang diangkat oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Guru yang ditempatkan pada
jabatan struktural kehilangan haknya untuk memperoleh tunjangan profesi,
tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan.
Bab VII Sanksi. Guru yang tidak dapat memenuhi Kualifikasi Akademik,
kompetensi, dan Sertifikat Pendidik kehilangan hak untuk mendapat tunjangan
fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan. Guru
yang tidak dapat memenuhi kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri
dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau
subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
Bab VIII Ketentuan Peralihan. Guru Dalam Jabatan yang belum
memiliki Sertifikat Pendidik memperoleh tunjangan fungsional atau subsidi
tunjangan fungsional dan maslahat tambahan. Pengawas satuan pendidikan
selain Guru yang diangkat
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini diberi kesempatan dalam waktu 5 (lima) tahun untuk memperoleh Sertifikat Pendidik.
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini diberi kesempatan dalam waktu 5 (lima) tahun untuk memperoleh Sertifikat Pendidik.
Bab IX Ketentuan Penutup, dan Penjelasan.
PERMENDIKNAS
NOMOR 39 TAHUN 2009
DAN
DIRJEND NO.166
PEMENUHAN
BEBAN KERJA GURU DAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN
Khusus untuk yang mendapat tugas
tambahan, pemenuhan jam disesuaikan dengan PP 74 Tahun 2008. Pada Pedoman Penghitungan
Beban Kerja Guru yang diterbitkan Dirjen PMPTK berkaitan dengan tugas tambahan
guru dijelaskan sebagai berikut:
- Tugas sebagai Kepala Sekolah ekuivalen dengan 18 jam, sehingga minimal wajib mengajar 6 jam
- Tugas sebagai Wakil Kepala Sekolah ekuivalen dengan 12 jam, maka minimal wajib mengajar 12 jam
- Tugas sebagai Kepala Perpustakaan ekuivalen dengan 12 jam, maka minimal wajib mengajar 12 jam
- Tugas sebagai Kepala Laboratorium ekuivalen dengan 12 jam, maka minimal wajib mengajar 12 jam
- Tugas sebagai Ketua Jurusan Program Keahlian ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
- Tugas sebagai Kepala Bengkel ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
- Tugas sebagai Pembimbing Praktik Kerja Industri ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
- Tugas sebagai Kepala Unit Produksi ekuivalen dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam
Selain
tugas tambahan di atas, kegiatan pembimbingan siswa, termasuk kegiatan
ekstrakurikuler, juga bisa dianggap sebagai kegiatan tatap muka.
4.2
Permasalahan Pembiayaan Dalam Pendidikan
Di atas kami telah membahas
pelayanan pendidikan di daerah Bekasi yang kurang baik terutama dari tenaga
pendidiknya. Lalu apa hanya dari tenaga pendidik saja yang kurang baik, apa ada
factor lain yang membuat pelayanan pedidikan di Bekasi kurang baik? Mari kita
lihat pembahasan di bawah.
Permasalahan pendidikan nasional tak
pernah usai. Lebih khusus lagi jika menyangkut masalah pembiayaan pendidikan,
siapa pun mengakui makin mahalnya biaya untuk memasuki jenjang pendidikan saat
ini. Memang tidaklah salah jika dikatakan pendidikan bermutu membutuhkan biaya.
Namun persoalannya, daya finansial sebagian masyarakat di negeri ini masih
belum memadai akibat sumber pendapatan yang tak pasti. Fenomena pendidikan yang menyedot biaya
begitu besar dari masyarakat ini juga sempat terlihat saat pendaftaran
siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu. Orangtua siswa pun dibuat meradang
mengenai biaya yang harus ditanggung dalam menyekolahkan anaknya. Memang harus
diakui jika Pemerintah tak lepas tangan membiayai pendidikan. Untuk bidang
pendidikan khusus siswa SD-SMP, Pemerintah telah menggulirkan program bantuan
operasional sekolah (BOS) untuk BOS tetaplah terbatas. Apalagi jika bicara
dana BOS khusus buku yang masih minim untuk membeli satu buku pelajaran
berkualitas. Dengan masih terbatasnya dana BOS itu mungkin ada yang berdalih
jika Pemerintah sekadar membantu dan meringankan beban masyarakat miskin. Jika
benar demikian, maka Pemerintah bisa dikatakan tidak peka. Bukti konkret adalah
angka drop out anak usia sekolah antara usia 7-12 tahun pada 2005 lalu. Hasil
survei menyebutkan 185.151 siswa drop out dari sekolah. Padahal, siapa pun tahu
jika program BOS mulai dirintis sejak 2005.
Dalam hal ini, kita perlu memikirkan
bersama persoalan pembiayaan pendidikan. Di lihat dari konstitusi, Pemerintah
bertanggung jawab mutlak membiayai anak-anak usia sekolah untuk menempuh
jenjang pendidikan dasar. Dalam UUD 1945 Pasal 31 (2) ditegaskan mengenai
kewajiban pemerintah membiayai pendidikan dasar setiap warga negara. Kita tentu
melihat ketidaktaatan Pemerintah terhadap konstitusi. Jika mengacu pada UUD
1945 Pasal 31 (2), anak usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa
biaya. Lalu muncul pertanyaan, atas dasar apa pula pihak sekolah sering kali
menarik pungutan-pungutan kepada siswa dan orang tua siswa. UU No 20/2003 Pasal
34 (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pun menggariskan agar
Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang
pendidikan dasar tanpa pemungutan biaya.
Ditinjau lebih jauh, Pemerintah tampak
tak memiliki komitmen politik terhadap pendidikan. Sebut saja misalnya
ketentuan anggaran pendidikan sebesar 20 % dalam APBN. Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) terkait uji materi UU No 18/2006 tentang APBN 2007 yang
mengalokasikan anggaran pendidikan 11,8 % bertentangan dengan UUD 1945 malah
ditanggapi dingin Pemerintah. Tidak jauh berbeda pada 2006 lalu, dimana
Pemerintah tidak merespon positif putusan MK yang memutuskan UU No 13/2005
tentang APBN 2006 dengan alokasi anggaran pendidikan 9,1 % bertentangan dengan
UUD 1945.[1][3] Bagaimana pun, kita tidak bisa menutup mata terhadap
mahalnya biaya menempuh jenjang pendidikan di negeri ini. Ketika
disinggung tentang anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN/APBD sebagaimana
amanat UUD 1945 dan UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas, pemerintah selalu
mengatakan tidak memiliki anggaran yang cukup. Ada sektor kebutuhan
non-pendidikan yang semestinya juga harus diperhatikan disamping terus
mengupayakan secara bertahap anggaran pendidikan menuju 20 %.
Melihat kenyataan pengelolaan
anggaran negara di republik ini, tampaknya terjadi ketidakefektifan di
samping mentalitas korupsi yang masih akut. Pemerintah tidak bisa tidak memang
perlu memikirkan lebih serius lagi pembiayaan pendidikan di Indonesia. Anggaran
negara seyogianya dikelola lebih hemat dan efektif agar benar-benar memberikan
kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan pendidikan. Disadari atau
tidak, apa yang tertera dalam UUD 1945 tentu menyimpan harapan besar terhadap
kemajuan pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui, Pasal 31 (2) merupakan
perubahan ketiga UUD 1945 yang disahkan 10 November 2001 dan Pasal 31 (4)
merupakan perubahan keempat UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 Agustus
2002. Rumusan UUD 1945 hasil amandemen itu secara implisit mengajak Pemerintah
untuk memperhatikan pembangunan sektor pendidikan. Siapa pun tentu sepakat
bahwa pembangunan sektor pendidikan tidak bisa diabaikan mengingat salah satu
fungsi negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terkait dengan pembiayaan pendidikan,
kita selalu mengharapkan komitmen Pemerintah agar tidak berlepas tangan.
Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan harus dimiliki para penyelenggara
negara untuk lebih memprioritaskan pembangunan manusia melalui usaha
pendidikan. Hasil pendidikan yang tidak bisa dinikmati seketika mungkin
memberatkan para penyelenggara negara yang bermental pragmatis alias ingin
menikmati hasil dengan segera. Yang perlu diingat, pendidikan merupakan aspek
fundamental meningkatkan kualitas individu
individu
manusia. Melalui pendidikan, individu-individu manusia diupayakan memiliki kemampuan dan
daya adaptabilitas terhadap perkembangan zaman. Bangsa yang ingin maju tentu
saja tidak bisa mengabaikan pendidikan anak bangsanya.
Biaya pendidikan memang mahal. Tidak
ada satu individu yang dari dirinya sendiri mampu membiayai kebutuhan
pendidikan. Karena itu harus ada manajemen publik dari negara. Sebab negaralah
yang dapat menjamin bahwa setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak.
Negaralah yang semestinya berada di garda depan menyelamatkan pendidikan
anak-anak orang miskin. Tanpa bantuan negara, orang miskin tak akan dapat
mengenyam pendidikan.
Namun, ketika negara sudah dibelenggu
oleh empasan gelombang modal, sistem pendidikan pun bisa ditelikung dan diikat
oleh lembaga privat. Serangan ini pada gilirannya semakin mereproduksi
kemiskinan, melestarikan ketimpangan, mematikan demokrasi dan menghancurkan
solidaritas di antara rakyat negeri!
Mengapa sekolah mahal bisa dilacak dari
relasi kekuasaan antar-instansi ini, yaitu antara lembaga publik negara dan
lembaga privat swasta. Ketimpangan corak relasional di antara dua kubu ini
melahirkan kultur pendidikan yang abai pada rakyat miskin, menggerogoti
demokrasi, dan melukai keadilan.
Sekolah kita mahal, pertama, karena
dampak langsung kebijakan lembaga pendidikan di tingkat sekolah. Ketika negara
abai terhadap peran serta masyarakat dalam pendidikan, pola pikir Darwinian
menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sebab tanpa biaya, tidak akan
ada pendidikan. Karena itu, membebankan biaya pada masyarakat dengan berbagai
macam iuran merupakan satu-satunya cara bertahan hidup lembaga pendidikan
swasta. Ketika lembaga pendidikan negeri yang dikelola oleh negara berlaku
sama, semakin sempurnalah penderitaan rakyat negeri. Sekolah menjadi mimpi tak
terbeli!
Kedua, kebijakan di tingkat sekolah
yang membebankan biaya pendidikan pada masyarakat terjadi karena kebijakan
pemerintah yang emoh rakyat. Ketika pemerintah lebih suka memuja berhala baru
ala Adam Smith yang "gemar mengeruk kekayaan, melupakan semua, kecuali
dirinya sendiri," setiap kewenangan yang semestinya menjadi sarana
pelayanan berubah menjadi ladang penjarahan kekayaan. Pejabat pemerintah dan
swasta (kalau ada kesempatan!) akan berusaha mengeruk uang sebanyak-banyaknya
dari proyek anggaran pendidikan.
Ketiga, mental pejabat negara, juga
swasta, terutama karena tuntutan persaingan di pasar global. Indikasi Noam
Chomsky tentang keterlibatan perusahaan besar Lehman Brothers dalam menguasai
sistem pendidikan rupanya juga telah menyergap kultur pendidikan kita.
"Jika kita dapat memprivatisasi sistem pendidikan, kita akan menggunungkan
uang." Itulah isi pesan dalam brosur mereka
Banyak perusahaan berusaha
memprivatisasi lembaga pendidikan, kalau bisa membeli sistem pendidikan.
Caranya adalah dengan memanfaatkan kelemahan moral para pejabat negara.
Bagaimana? Dengan membuatnya tidak bekerja! Karena itu, cara paling gampang
untuk memprivatisasi lembaga pendidikan adalah dengan membuat para pejabat
negara membiarkan lembaga pendidikan mati tanpa subsidi, mengurangi anggaran
penelitian, memandulkan persaingan, dan lain-lain. Singkatnya, agar dapat
dijual, lembaga pendidikan negeri harus dibuat tidak berdaya. Kalau sudah tidak
berdaya, mereka akan siap dijual. Inilah yang terjadi dalam lembaga pendidikan tinggi
kita yang telah mengalami privatisasi.
Pendidikan merupakan conditio sine qua
non bagi sebuah masyarakat yang solid, demokratis, dan menghormati keadilan.
Karena kepentingan strategisnya ini, mengelola pendidikan dengan manajemen
bisnis bisa membuat lembaga pendidikan menjadi sapi perah yang menggunungkan
keuntungan. Karena itu, sistem pendidikan akan senantiasa menjadi rebutan
pasar. Jika pasar melalui jaring-jaring privatnya menguasai sistem pendidikan,
mereka dapat merogoh kocek orangtua melalui berbagai macam pungutan, seperti,
uang gedung, iuran, pembelian formulir, seragam, buku, jasa lembaga bimbingan
belajar, dan lain-lain.
Negara sebenarnya bisa berperan efektif
mengurangi mahalnya biaya pendidikan jika kebijakan politik pendidikan yang
berlaku memiliki semangat melindungi rakyat miskin yang sekarat di jalanan
tanpa pendidikan. Jika semangat "mengeruk kekayaan, melupakan semuanya,
kecuali diri sendiri" masih ada seperti sekarang, sulit bagi kita
menyaksikan rakyat miskin keluar dari kebodohan dan keterpurukan. Maka yang
kita tuai adalah krisis solidaritas, mandeknya demokrasi, dan terpuruknya
keadilan sosial. pendidikan gratis bagi anak didik tertentu saja, yaitu
yang memiliki kemampuan tinggi dan prestasi yang bagus (pintar), dan bagi yang
kehidupan perekonomian orangtuanya di bawah rata-rata (miskin), atau pun bagi
anak-anak yatim piatu. Anak-anak yang tergolong seperti itulah yang patut dan
wajib mendapatkan pendidikan gratis dari pemerintah.
Kata gratis sering menjebak kita dan
memberikan harapan besar kepada masyarakat, akan lebih tepat kalau kata itu
diganti sesuai realitas. Misalnya, pendidikan yang disubsidi. Atau pendidikan
yang terjangkau, atau pendidikan bagi yang tidak mampu. Kesan bombastis melekat
dalam ungkapan gratis, karena kenyataan pungutan sekolah sering lebih mahal
dari komponen yang digratiskan. Kata gratis memang mudah sekali diklaim
keberhasilan elite politik tertentu. Padahal, fakta di lapangan gratis, tetapi
masih banyak pungutan.
Penyelenggaraan pendidikan bermutu
tidak lepas dari partisipasi masyarakat. Kata gratis membuat masyarakat enggan
berpartisipasi sekaligus membuat masyarakat kian bergantung. Selama ini,
masyarakat mengerti gratis tanpa pungutan tambahan, seperti sekarang ini
gratis.
Untuk mengatasi kesenjangan pendidikan,
tidakkah lebih baik, misalnya, pemerintah menerapkan konsep subsidi silang yang
sudah lama dirintis oleh para penyelenggara pendidikan swasta? Mereka cukup
berpengalaman mengelola subsidi silang dari anak-anak mampu kepada anak-anak
miskin. Model ini lebih berkeadilan daripada mengkampanyekan
sekolah gratis. Masyarakat dan terutama orangtua adalah pilar penting
pendidikan yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Badan Kepegawaian Daerah
(BKD) Kota Bekasi, Jawa Barat, memecat Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Dinas
Sosial Kota Bekasi. Kedua pegawai Eselon II ini dicopot dari jabatannya karena
dianggap tidak menunjukkan kinerja yang maksimal selama menjabat sebagai orang
nomor satu di jajaran dinasnya. "Kedua
aparatur negara yang dihentikan adalah Kepala Dinas Pendidikan, Rudi Sabarudin,
dan Kepala Dinas Sosial, Agus Dharma, pada Selasa (19/7) lalu," ujar
Sekretaris BKD Kota Bekasi, Dinar Faizal Badar, Kamis (21/7).
Pencopotan kedua pejabat
itu berdasarkan evaluasi dan rekomendasi dari Badan Pertimbangan Jabatan dan
Pangkat (Baperjakat) Kota Bekasi. "Sudah
sesuai rekomendasi dari Baperjakaat," katanya. Pemberhentian Rudi
Sabarudin ditandatangani oleh Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi berdasarkan
laporan hasil kontrak kinerja dari Baperjakat. Penghentian oleh Wali Kota
Bekasi ini sesuai dengan Pasal 14 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 100 Tahun
2000 terkait dengan tugas pokok Baperjakat. Dalam PP tersebut disebutkan, wali
kota sebagai pejabat pembina kepegawaian, salah satu kewenangannya adalah
memberhentikan pejabat struktural Eselon II. Sementara itu, Kepala Bidang
Administrasi Kepegawaian BKD Kota Bekasi, Ali Sofyan, menjelaskan evaluasi
terhadap kinerja Rudi Sabarudin dianggap telah melanggar sejumlah kontrak
kerja. Salah satunya yang berhubungan dengan pelaksanaan Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) 2016, dianggap tidak memuaskan. "Saat sidak Wali Kota Bekasi kantor dinas beberapa lalu diketahui
masih ada orang tua calon siswa yang tidak terlayani dengan baik,"
katanya. Dia juga mengungkapkan, Rudi Sabarudin lalai dalam proses penyerapan
anggaran Dinas Pendidikan 2016. Sedangkan, kinerja Agus Dharma yang
dipersoalkan oleh Baperjakat Kota Bekasi, berkaitan dengan pelayanan sosial
terhadap masyarakat yang dianggap tidak berjalan baik. Selain itu, kata dia,
penyerapan anggaran yang minim di Dinas Sosial pada 2016 juga sebagai salah
satu pemicu pencopotan Agus Dharma. [160]. (pelayanan Buruk, Kepala Dinas Pendidikan dan Sosial
Kota Bekasi Dicopot
Jumat, 22 Juli 2016 | 8:54)
Jumat, 22 Juli 2016 | 8:54)
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kualitas pelayanan pendidikan
di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan Negara-
Negara lain. Hal – hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas,
efisiensi, dan standarisasi pendidikan yang masih kurang di optimalkan. Masalah
– masalah lainnya yang menjadi penyebabnya yaitu rendahnya kualitas guru dan ketidaksiapan
birokrasinya.
5.2 Saran
Sejumlah permasalahan dalam
pendidikan menunjukkan perlunya suatu agenda reformasi yang didorong oleh
keinginan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar di Indonesia.
Peningkatan kualitas pendidikan ini dapat dilakukan melalui :
1. Menerapkan manajemen berbasis sekolah
Diharapkan
sekolah serta masyarakat dapat ikut berkontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan
dasar secara signifikan. Peningkatan manajemen berbasis sekolah dapat ditempuh
dengan cara:
a. Persiapkan tenaga pengajar
yang lebih baik dalam mengelola sekolah.
Bangun dan kembangkan program
pelatihan yang efektif dalam perencanaan dan pembuatan anggaran, pengelolaan
keuangan, membuat suatu penilaian dan strategi komunikasi bagi kepala sekolah
dan anggota komite sekolah.
b.Menciptakan hibah pendidikan yang pro-orang
miskin untuk proyek-proyek yang didasarkan atas insiatif sekolah dan masyarakat.
Beberapa hibah dapat merangsang
munculnya inovasi serta percobaan dalam mencari sistem pendidikan yang baik,
terutama dengan maksud untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi di daerah
miskin. Bantuan khusus amat dibutuhkan bagi sekolah-sekolah dengan kualitas
yang masih dibawah standar minimal.
2. Membangun jaminan kualitas dan sistem pengawasan secara
nasional
Sistem
pelaporan informasi pendidikan dengan cara lama yang sentralistis telah
berakhir. Sistem tersebut harus digantikan dengan mekanisme yang lebih
ditentukan oleh kebutuhan akan informasi dan kemampuan daerah, sistem itu juga
harus dapat melayani kebutuhan manajemen di setiap jenjang pendidikan serta
menekankan standar kecakapan dan akuntabilitas. Pada tingkat sekolah, informasi
pendidikan merupakan alat untuk mengevaluasi pemahaman murid dalam mata
pelajaran tertentu, dan informasi ini juga berperan sebagai alat komunikasi
mengenai kebutuhan serta keberhasilan yang telah dicapai oleh sekolah kepada
orang tua maupun kepada komunitas sekolah pada umumnya.
3. Meningkatkan kualitas pengajaran
melalui reformasi jenjang karir guru
Tenaga
pengajar merupakan media utama dimana melalui mereka murid-murid belajar dan
alokasi dana untuk gaji guru memakan sebagian besar anggaran publik. Para tenaga
pengajar di Indonesia sepakat mengenai perlunya kebutuhan untuk mereformasi
profesi guru. Reformasi ini dapat ditempuh melalui :
a. Memperkenalkan sistem akreditasi yang
transparan.
Sistem
akreditasi ini harus mencakup program pelatihan sebelum mengajar selama dua
tahun ke depan. Seluruh proses akreditasi tersebut diselesaikan dalam waktu 4
tahun ke depan. Berbagai program pelatihan tersebut juga diharuskan untuk
mendapatkan akreditasi ulang setiap lima tahun sekali. Kemudian publikasikan
secara lebih luas hasil dari proses akreditasi tersebut, termasuk hasil dari
akreditasi ulang. Untuk mendukung sistem akreditasi ini, pihak pemerintahan
daerah serta pihak sekolah diharapakan agar mempekerjakan tenaga pengajar yang
hanya berasal dari program yang telah terakreditasi.
b.Tempatkan
dan promosikan guru berdasarkan kualitas.
Mengentikan
praktek pembelian posisi guru dan gantikan dengan menciptakan suatu ujian
praktek dan proses sertifikasi untuk para guru di tingkat nasional, kemudian
kemukakan secara terbuka proses pendaftaran serta seleksinya. Publikasikan
hasil ujian praktek guru tersebut kepada media massa. Para guru juga dituntut
untuk selalu memperbarui sertifikat mereka secara periodik dalam rangka promosi
jabatan.
c. Memulai program pengembangan untuk seluruh jenjang karir bagi
guru dan kepala sekolah.
Program
tersebut harus meliputi persiapan pra-mengajar, kemudian penempatan
mengajar
dan terakhir pengembangan profesi yang berkelanjutan.
d.Meningkatkan
kesejateraan guru
Pemerintah
harus memperhatikan kesejahteraan guru, kita bias melihat banyak guru yang
berpenghasilan rendah namun tidak sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan
dalam proses belajar mengajar.
4. Restrukturisasi peran departemen pendidikan
Sebagai bagian
dari pergantian pemerintahan, departemen pendidikan dituntut untuk melakukan
restrukturisasi dan transformasi di masa yang akan datang. Tugas utama
kementrian pendidikan di era desentralisasi bukan lagi memberikan pelayanan
pendidikan secara langsung. Tugas kementrian harus meliputi pembuatan
kebijakan, mengatur standar pendidikan, mengukur performa, pemberdayaan
unit-unit pendidikan yang telah didesentralisasi untuk mencapai standar
kualitas, merangsang inovasi serta memperluas pembelajaran melalui eksperimen,
dan memberikan perhatian besar pada ketimpangan pendidikan diantara daerah yang
kaya dengan miskin serta fokus pada ketidakmampuan daerah miskin untuk
menyediakan pendidikan dengan kualitas yang mencukupi. Lembaga yang
sentralistis serta birokrasi yang besar sudah tidak dibutuhkan lagi untuk
menyelesaikan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Pada
kenyataannya, hal itu malah akan menghambat pembangunan. Penetapan sistem
pendidikan yang baku serta tidak harus berubah pada setiap pergantian menteri
harus bisa menjadi target pemerintah. Hal ini bisa memberikan kepastian bagi
setiap pengajar dan sekolah.
Komentar
Posting Komentar